POLDA  

Ditpolairud Polda Sulsel Rilis Pengungkapan Kasus Destruktif Fishing

Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Sulawesi Selatan mengungkap sejumlah kasus penangkapan ikan secara ilegal menggunakan metode destructive fishing yang tersebar di berbagai wilayah pesisir Sulsel. Pengungkapan ini disampaikan dalam konferensi pers di Markas Ditpolairud Polda Sulsel, Jl. Ujung Pandang, Makassar, pada Jumat (25/4/2025).

Konferensi pers tersebut dipimpin langsung oleh Direktur Polairud Polda Sulsel, Kombes Pol Pitoyo Agung Yuwono didampingi Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Didik Supranoto.

Dalam paparannya, Kombes Pitoyo menjelaskan bahwa rangkaian kasus ini merupakan hasil dari penyelidikan intensif yang dilakukan sejak Maret hingga April 2025.

Operasi ini menyasar berbagai wilayah pesisir dan kepulauan, dan berhasil mengamankan sejumlah tersangka berikut barang bukti yang berkaitan erat dengan praktik illegal fishing.

Beberapa pengungkapan signifikan antara lain terjadi pada 13 Maret 2025 di Makassar, di mana dua orang tersangka, B (50) dan R (50), ditangkap di halte bus samping RS Siloam dengan barang bukti berupa 200 batang detonator pabrikan. Pada 24 Maret, di Kelurahan Bajoe, Bone, tersangka MFA (35) diamankan bersama 12 detonator rakitan.

Kemudian pada 11 April, aparat kembali menggerebek rumah tersangka H (38) di Bajoe, dan menemukan berbagai bahan peledak seperti sumbu api, serbuk detonator, serta 15 kg pupuk amonium nitrat yang telah dicampur minyak tanah.

Operasi juga menjangkau wilayah kepulauan seperti Pulau Pandangan, Pangkep, tempat tersangka R (39) ditangkap pada 13 April bersama puluhan jerigen berisi pupuk amonium nitrat. Pada 15 April, Ditpolairud kembali mengungkap dua kasus di Bone dan Takabonerate, Selayar.

Di Bajoe, tersangka A (39) kedapatan menyimpan 29 batang detonator rakitan dan 25 kg pupuk amonium nitrat.

Sementara di Takabonerate, tersangka M (64) ditangkap dengan puluhan sumbu api serta pupuk amonium nitrat. Pada hari yang sama, di Pulau Lumu-lumu, Makassar, tersangka L (49) diamankan bersama 50 jerigen dan puluhan botol berisi bahan peracik bom.

Terakhir, pada 23 April di Luwu, tersangka M (31) ditangkap dengan pupuk dan serbuk pemicu dalam botol kaca.

Secara keseluruhan, Ditpolairud berhasil mengamankan sembilan tersangka. Delapan di antaranya kini ditahan di Rutan Ditpolairud Polda Sulsel, sementara satu orang lainnya ditahan di Rutan Polres Bone.

Barang bukti yang disita dalam operasi ini mencakup 60 jerigen bom ikan seberat sekitar 300 kg, 52 botol bom ikan seberat 72 kg, 222 batang detonator pabrikan, 69 batang detonator rakitan, serta ratusan kilogram pupuk amonium nitrat dari berbagai merek.

Selain itu, polisi juga menyita alat penggilingan pupuk, kompor, tabung gas, dan wajan yang digunakan untuk meracik bahan peledak.

Seluruh tersangka dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, yang membawa ancaman pidana mati, penjara seumur hidup, atau hukuman penjara maksimal 20 tahun.

“Pengungkapan ini menjadi bukti nyata keseriusan kami dalam memberantas praktik destructive fishing yang tidak hanya melanggar hukum tetapi juga merusak ekosistem laut yang sangat penting bagi keberlanjutan hidup masyarakat pesisir,” ujar Kombes Pol Pitoyo Agung Yuwono.

Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto, menambahkan bahwa penanganan kasus dilakukan secara profesional dengan dukungan lintas satuan. Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam mencegah praktik serupa.

“Kami mengimbau masyarakat untuk aktif melaporkan setiap indikasi penyalahgunaan bahan peledak demi keselamatan bersama,” ujarnya.

Polda Sulsel mengingatkan kembali bahaya dari praktik destructive fishing yang tidak hanya mengancam keselamatan pelaku, tapi juga merusak masa depan ekosistem laut dan keberlanjutan ekonomi masyarakat pesisir

****

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *