OPINI  

Beberapa Catatan Dibalik Perkara Pidana Reg. No : 667/Pid.B/2021/PN.Jkt Slt. Salah Satunya, Ada Hutang yang Macet

JAKARTA – Akhirnya, setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan oleh tim penyidik Polsek Pasar Minggu pada tanggal 31 Mei 2021. Berkas perkara dugaan penganiayaan yang dilakukan Hanny Handayani dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada bulan Juli 2021. Hanny-pun resmi ditetapkan sebagai terdakwa dalam perkara dugaan penganiayaan yang terjadi pada 12 Desember 2019, di Jalan Sebret No.23 RT 01/02, Jati Padang, Pasar Minggu itu.

Sebelumnya, Hanny sudah menjalani pemeriksaan pada tanggal 23 Maret 2020.

Bagi Alwes, salah satu kuasa hukum terdakwa, memberikan berbagai catatan atas permasalahan hukum yang diterima kliennya. Dugaan penganiyaan yang dijerat dengan pasal 351 ayat 1 KUHP tersebut memakan tempo cukup panjang sampai dilakukannya penuntutan di depan persidangan. Padahal, jika merujuk ke alur peristiwanya, seharusnya kasus tersebut tidak memakan tempo yang cukup lama agar segera masuk ranah peradilan.

Alwes juga menambahkan bahwa hasil visum et repertum sama sekali tidak menjelaskan sebab berdarahnya hidung pelapor. Tapi, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Reskrim Polsek Pasar Minggu, kliennya diduga memukul korban dengan sebuah handphone. Sehingga hidung pelapor mengeluarkan darah. Padahal, bukti yang terlihat dalam CCTV, sama sekali tidak memperlihatkan bahwa kliennya memukul korban dengan handhpone.

Malah pada sidang ke enam (28/09) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda pemeriksaan saksi dan pemutaran cctv, terlihat justru pelapor yang mendahului mencoba memukul. Terdakwa sendiri dalam cctv teraebut hanya mencoba menghindar dan mundur. Tidak ada tindakan untuk menyerang balik.

Didampingi Ali Santoso, Alwes dan Ilham sebagai tim kuasa hukumnya, Hanny menceritakan kronologi lahirnya perkara yang menyeretnya berurusan dengan hukum tersebut ke mediapolisi.id

Hanny sama sekali tidak menyangka bahwa keributan kecil antara dia dengan Karlinah (korban pelapor-red), akan bermuara di pengadilan.

Bermula dari permasalahan hutang-piutang antara dia dengan Eko (suami pelapor-red) yang seharusnya bisa diselesaikan dengan baik-baik. Tapi, setiap kali dia berusaha menagih hutang Eko yang sudah mencapai nominal tidak kurang dari Rp 80 juta itu, selalu berujung dengan kekecewaan. Eko, sepertinya tidak ada itikad baik untuk membayar hutangnya. Eko dengan berbagai cara terus menghindar ketika ditagih.

Dan, ketika suatu kali dia kembali mencoba menagih, timbul keributan kecil antara dia dengan Karlinah.

” Begitulah, sampai saya dilaporkan Karlinah ke polisi karena memukulnya,” lanjut Hanny menjelaskan.

Dia menyangkal telah memukul korban. Tapi, nyatanya proses hukum tetap dilanjutkan pihak kepolisian.

Dia menyadari bahwa ada usaha menghapus kewajiban suami pelapor untuk membayar hutangnya, dibalik perkara ini. Karena, sejak timbulnya insiden kecil itu, dia harus berurusan dengan pihak berwajib dan masuk ruang peradilan.

Pihak berwajib memang mencoba memediasi persoalan itu. Sayangnya, Hanny merasakan bahwa ada keberpihakan pada si pelapor.

Bagaimana tidak, kalau mau proses hukum tidak dilanjutkan, pelapor meminta agar semua hutang suaminya lunas dan dia juga diminta membayar sebesar Rp 20 Juta sebagai biaya pengobatan. Jelas saja Hanny menolak. Dia hanya menyanggupi untuk membayar Rp 20 Juta untuk biaya pengobatan dalam bentuk pemotongan hutang.

Tarik-ulur kesepakatan itu tidak menemukan titik temu. Hanny harus menelan pil pahit. Kasus yang sebetulnya remeh itu, kini telah membuatnya duduk di kursi pesakitan.

Berbagai kejanggalan dalam perkara ini, telah mendorong tim kuasa hukum Hanny untuk meminta pihak Propam Polda Metro Jaya ikut turun-tangan. Alwes yang jadi juru bicara tim kuasa hukum, tidak merinci kejanggalan apa saja yang akan dilaporkan ke Polda Metro Jaya.

(Muhammad Rizal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *