Jakarta, mediapolisi.com –
Ratusan pedagang kaki lima setiap hari mewarnai pemandangan nyaris sepanjang jalan di area Pasar Minggu. Aktivitas jual-beli di lapak-lapak kaki lima tersebut, bukannya berkurang, malah tambah jadi. Ratusan pedagang kaki lima yang diduga dikoordinir pihak-pihak tertentu, semakin hari semakin berani melanggar aturan.
Bahkan badan jalanpun mereka okupasi untuk menggelar lapak dagangan. Sebelumnya, para PK 5 tersebut menggelar dagangannya mulai jam 22.00 Wib hingga pagi hari. Belakangan, mereka malah sudah merasa nyaman memulai berjualan sejak sore hari.
Sehingga, arus lalu-lintas jadi salah satu menerima akibat dari pembiaran ini. Tidak mengherankan, dibutuhkan waktu cukup lama, hanya untuk keluar dari terminal Pasar Minggu, karena sepanjang pintu keluar dipadati PK 5.
Menurut sebuah sumber, para pedagang PK 5 tetsebut dikutip sejumlah uang untuk bisa berjualan. Ratusan pedagang itu, setiap hari harus rela merogoh kocek untuk pembayaran ini dan itu.
Jika dikalkulasi, jumlah uang yang beredar cukup besar setiap harinya, dan tidak serupiah-pun masuk ke kas daerah sebagai bea retribusi. Padahal, pungutan-pungutan yang dilakukan pihak-pihak tertentu yang mengelola keberadaan PK 5 itu sudah kasat mata.
Berkali-kali warga sudah menyatakan keberatan dan protes atas aktivitas ratusan PK 5 tersebut. Bahkan beberapa waktu lalu, warga sudah menyatakan keberatan secara tertulis pada Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta.
Anies merespon dan memberikan atensi supaya aktivitas PK 5 itu segera ditertibkan. Tapi, atensi Gubernur tinggal atensi, rapat berkali-kali menjawab atensi tersebut tidak membuat perubahan yang berarti dengan maraknya PK 5 liar di beberapa ruas jalan di Pasar Minggu. Hanya ditertibkan sesaat dan setelah itu dilupakan.
Merajalelanya PK 5 liar di sepanjang Jalan Raya Ragunan, Perempatan Lampu Merah dan Jalan Baru Pasar Minggu, sepertinya semakin sulit ditertibkan. Ironisnya, PK 5 itu juga sudah mulai berani berjualan sampai di depan kantor Kelurahan Pasar Minggu.
Seolah, Lurah Pasar Minggu, orang yang seharusnya paling bertanggung-jawab untuk menertibkan mereka, tidak punya nyali mengambil tindakan tegas.
Ketika hal ini dikonfirmasi ke Gita Puspitasari, Lurah Pasar Minggu, ia tidak menampik bahwa ratusan PK 5 tersebut memang jadi agenda utama untuk ditertibkan.
Tapi, seperti bersembunyi dibalik ketidak-mampuannya, dia berdalih bahwa jumlah personil yang terbatas jadi alasan tidak bisa bersikap tegas di hadapan ratusan PK 5 liar tersebut.
Gita juga sudah mengirimkan surat permohonan ke Direksi PD Pasar Jaya untuk merelokasi keberadaan para PK 5 tersebut sebagai sebuah solusi. Sayangnya, hingga saat ini pihak PD Pasar Jaya belum memberikan jawaban.
Menurut Gita, dia dengan pihak terkait sudah berkali-kali melakukan rapat untuk menjawab persoalan ini.
Namun, semua rapat itu nyaris tiada arti, karena rapat tanpa eksekusi tidak lebih seperti membahas pepesan kosong, komentar seorang warga dengan kesal.
Padahal, bukan jumlah personil yang jadi masalah, tegas sebuah sumber yang tidak mau ditulis namanya. Sikap tegas lurah, sebagai orang nomor satu di Kelurahan Pasar Minggu jadi kuncinya. Alasan keterbatasan jumlah personil, hanyalah sebuah alasan klasik dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Seorang lurah punya otoritas di wilayahnya, punya instrumen lain yang bisa diajak kerjasama seperti polsek, koramil, dishub dan juga bisa melibatkan tokoh-tokoh masyarakat tambah sumber tersebut. Apalagi, di tangan seorang lurah regulasi untuk menertibkan PK 5 liar seharusnya bisa dijalankan. Dan situasi di tengah pandemi covid-19 seharusnya semakin memperkuat bargaining Gita untuk menuntaskan masalah PK 5 liar di wilayahnya.
Peliknya urusan PK 5 liar ini, sudah berlangsung cukup lama. Karena, salah satu kendala dalam penertiban tidak lain adanya pihak-pihak tertentu yang punya kepentingan mem-back up supaya aktivitas PK 5 tersebut terus berjalan.
Berkaca dari situasi yang terus berkembang. Sudah seharusnya, tim Saber Pungli Jakarta Selatan juga ikut turun tangan dan memonitor sejumlah kutipan yang dilakukan tanpa dasar hukum tersebut dan memproses pihak-pihak yang berkepentingan dalam masalah ini. Supaya rakyat tidak lagi berprasangka bahwa ada kepentingan dan pembiaran dibalik sebuah pelanggaran.
(Tim)






